Cerita

[Cerita][bleft]

Games

[Game][bsummary]

Musik

[Musik][bsummary]

Jikalau Semar Itu Superhero Saat Supersemar

Superhero Jawa

Alkisah seorang abdi keturunan dewa bernama Kyai Lurah Semar Badranaya memiliki keistimewaan hidup abadi. Sebagai penasihat keluarga Pandawa dirinya gak sembarang berbicara. Kebijaksanaan, itulah modalnya. Keturunannya adalah para kesatria. Sepeninggal lima pangeran Pandawa, ratusan tahun Semar mengamati dunia.

Selama berabad-abad duka menyelimuti Semar, membuatnya terbebas dari hal-hal duniawi. Semar cukup puas menjadi saksi mata. Kolonialisme Belanda dan negara-negara Eropa lain terhadap benua tetangga ditontonnya tanpa memalingkan muka. Penindasan terhadap suku asli Amerika gak dihiraukannya meskipun Semar bersahabat dengan kelompok Maya.

Kembali ke Tanah Air

"Makan pun susah," masih jelas keluhan seorang mahasiswa ketika Semar sedang melintas di kampus bilangan Salemba. Belum lama demonstrasi sedang marak. Komunis lagi jadi bahan pergunjingan. Politik dan ekonomi memanas. Dugaan kuat Semar, Presiden Soekarno hanya memikirkan dirinya sendiri. "Siapa pula yang berani mengaku sebagai pemimpin seumur hidup? Cuma dia," bisik sanubari Semar.

Semar curiga Indonesia akan kembali terpuruk. Suatu hari penglihatannya tertuju pada suratkabar yang memajang seorang jenderal yang dianggap berprestasi. "Penguasa kahyangan Sanghyang Tunggal, sesungguhnya hamba kurang yakin. Lebarkanlah jalan..."
 
Bertemu Soeharto

Bisik-bisik hipnotis 

Satu malam pada Maret 1966 pertama kali Semar bertatap muka dengan Soeharto. Pada mulanya the Smiling General merasa sedang bermimpi. Tapi pengalaman gaib yang terjadi di desa masa kecilnya mengingatkan dirinya bahwa gak semua hal bisa dijelaskan dengan akal dan pikiran. Jumpa pertama berlanjut kepada pertemuan berikutnya.

"Aku mau kau membantu Soekarno," ujar Semar sembari menatap matahari terbenam.

"Aku tak mengerti maksudmu. Aku adalah Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib). Tugasku memang melindungi negara," tukas Soeharto.

"Bukan cuma itu yang aku mau. Aku sudah mengamati dunia selama ratusan tahun. Banyak kesenjangan, penderitaan, dan kemiskinan yang terjadi di berbagai belahan bumi. Aku hanya tak ingin itu menjadi-jadi di sini, nusantaraku..."

Godaan Semar

Semar melanjutkan, "Soekarno sedang dalam tekanan. Besok ada pasukan liar yang bakal mengepung Istana Kepresidenan. Harusnya dia akan berbuat sesuatu. Kau harus ingat bahwa militer punya kendali besar di negeri ini."

"Kuasa Soekarno tak pernah sampai memegang angkatan darat. Rakyat mencintainya, walau tak sadar sudah jadi buta. Oleh karena itu peranmu dan prajurit sangat penting. Disinilah kesempatanmu, Harto."
"Kesempatan untuk...?" Soeharto penasaran.

"Menggunakan surat yang akan merubah hidupmu selamanya," pungkas Semar dengan penuh keyakinan.
Soeharto was-was. Perasaannya mulai gak enak. Kuduknya berdiri, meski keberaniannya dikumpulkan untuk menepis segala keraguan. "Apakah yang kamu pikirkan seperti yang aku pikirkan, Semar? Kamu tahu aku tak mungkin berbuat seperti itu pada Presidenku sendiri."

"Kau tak perlu setuju. Aku memberikanmu tawaran yang tak bisa kau tolak. Sudah seharusnya ini terjadi." Kata-kata terakhir Semar sebelum menyelam ke dalam kegelapan. Soeharto muram, cuma menerka-nerka apa yang akan terjadi.

 Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret)

 Soeharto adalah Semar

Keesokan harinya, 11 Maret 1966. Bukan dengan kesadarannya sendiri Soeharto ngirimin tiga jenderal ke Istana Bogor, tempat Soekarno berteduh setelah pasukan pimpinan Mayor Jenderal Kemal Idris mendekati Istana Kepresidenan yang sedang melangsungkan sidang pelantikan Kabinet Dwikora. Tiga jenderal tersebut pulalah yang jadi "alat" Semar dan Soeharto.

Melalui Semar, Soeharto tahu dirinya bakal menerima surat perintah dari Soekarno. Namanya surat kuasa, yang penting bukan kopnya atau dari mana asalnya, tapi isinya. Dengan bujuk rayu kekuatan pikiran Semar, Soeharto mengubah poin menjadi "mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya revolusi." Surat revisi ini yang kemudian ditandatangani Presiden Soekarno dengan todongan pistol di kepalanya.

Sampai sekarang versi asli Surat Perintah Sebelas Maret belum diketahui. Selama beberapa waktu Semar ngerasa perbuatannya adalah sesuatu yang benar. "Captain America yang lemah gemulai saja bisa jadi alat perang," pikir Semar.

"Aku tak perlu sekuat itu. Professor X, itu baru lawan berat. Tapi tampaknya perhatiannya sangat tertuju pada nasib bangsa mutan di sana. Urusanku ya di sini. Nusantaraku..."

Soeharto Presiden Kedua

 
 Presiden Kedua

Usai membubarkan PKI, menahan menteri-menteri yang pro-Soekarno, dan naik sebagai Presiden Indonesia kedua, Semar ngerasa Soeharto bisa jalan sendiri. Semar menghilang entah ke mana. Semar bosan dengan keduniawian yang pelik ini. Soeharto mulai lepas dari bayang-bayang Semar. Hipnotis, itu dia sebutan yang dipopulerkan pesulap modern semacam Deddy Cobuzier. Tapi Semar gak pernah tahu apa yang udah dia perbuat.

Sewaktu tersadar, Soeharto bangun di sebelah Bu Tien dan mendapatkan dirinya sudah menjadi Presiden. Sesuatu yang diidamkannya sejak muda tapi selalu dibuangnya jauh-jauh perasaan itu.
"Tapi kini aku Presiden, dan akan jadi lelucon jika aku mundur dari jabatanku karena merasa tidak pantas."
Soeharto tersenyum.

Senyum yang kelak, selama 31 tahun membayang-bayangi rakyat Indonesia.

Sumber : http://malesbanget.com/2016/03/jikalau-semar-itu-superhero-saat-supersemar/

 

No comments: